Fiat Justitia Ruat Coelum

Organisasi Advokat Indonesia kiranya sudah cukup menjadikan kita sebagai insan hukum yang diharapkan bisa lebih dapat bersikap arif dan bijaksana dalam mensikapi segala perkembangan dunia hukum terutama berkaitan dengan Atribut dan profesi Advokat yang dijuluki dengan sebutan officium nobile itu.

Dalam sejarahnya PERADIN adalah Organisasi Advokat Indonesia yang paling pertama, yang didirikan pada tahun 1964 di Surakarta oleh para Tokoh-tokoh Advokat pendekar hukum Indonesia. Namun dalam perkembangannya telah lahir organisasi-organisasi Advokat Indonesia lainnya hingga sebelum Undang-undang Advokat No. 18 Tahun 2003 dilahirkan tercatat ada 8 (delapan) organisasi Advokat.

Hal ini membuktikan bahwa insan hukum yang berstatus sebagai Advokat ini memiliki karakter yang berbeda dengan profesi apapun, karakternya lebih dinamis dan tidak betah terkekang oleh suatu keadaan melainkan selalu ingin melakukan penyesuaian terhadap segala sesuatu yang kerap kelihatan langsung dihadapan mata dan selalu mengikuti hati nurani dan selalu ingin berbuat sesuai dengan apa yang dirasakannya.

Namun itu semua tetap berpedoman pada kehendak untuk menuju kesempurnaan dan selalu mengandung hal yang positif. Maka tidak heran jika terdapat sekelompok Advokat yang se-visi misi lantas ingin membangun dan mewujudkan rumahnya (organisasinya) sendiri dengan mendesainnya sedemikian rupa dan menata rumahnya yang megah itu dan menciptakan kenyamanan didalam rumahnya tersebut dan dapat menjalankan profesi dengan bebas namun tetap bertanggung jawab. Ada baiknya jika kita menoleh kebelakang. Keadaan itu disikapi oleh para perumus Undang-undang Advokat No. 18 Tahun 2003 dengan keinginan untuk menempatkan para insan hukum ini dalam 1(satu) rumah yang harus dibangun bersama dan dihuni bersama oleh seluruh insan hukum seluruh Indonesia tersebut.

Dengan mandatory Undang-undang Advokat No. 18 Tahun 2003 tersebut sudah harus berdiri dan dihuni bersama paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-undang Advokat No. 18 Tahun 2003 tersebut. Alhasil sejumlah organisasi Advokat yang sudah ada agak kurang bersemangat menyambut kehendak para perumus UUAdvokat tersebut, terbukti bahwa Tokoh-tokoh Organisasi Advokat yang sudah ada a-quo dapat duduk bersama telah lewat waktu 2 (tahun) setelah berlakunya UU Advokat dan rumah yang dibangun tersebut juga tidak dilakukan oleh seluruh insan Advokat Indonesia ( tidak melalui Munas, sesuai mandatory UUAdvokat) namun hanya atas kesepakatan oleh organisasi-organisasi yang sudah ada tersebut.

Maka pada tahun 2005 berdirilah rumah insan hukum dengan nama PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI). Dirasakan berdirinya rumah insan hukum aquo melanggar IMB maka timbulah keinginan untuk menyempurnakannya agar tidak melanggar aturan, maka oleh insan hukum yang se-visi misi didirikan lagi sebuah rumah yang mereka anggap telah sempurna tidak ada aturan apapun yang dilanggar. Maka berdirilah rumah insan hukum tersebut dengan nama Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Disinilah terjadi prahara rumah tangga Organisasi Advokat. Sehingga suasana dunia Advokat dirasakan kelam, Rumah insan hukum yang bernama PERADIN yang sudah lama berdiri di tahun 1964 mulai melakukan renovasi rumah di tahun 2008, dan mencoba untuk bertetangga dengan baik-baik pada kedua rumah insan hukum tersebut. Hal itu diikuti oleh rumah insan hukum lainnya yang sudah lebih dulu ada. Namun Mahkamah Agung tetap mengamini keberadaan rumah insan hukum yang bernama PERADI a-quo mensyaratkan penyumpahan Advokat yang baru diangkat oleh organisasi Advokat harus melalui PERADI.

Selanjutnya beberapa organisasi Advokat tersebut menyelenggarakan pendidikan Advokat dan mengangkat Advokat. Namun menganggap bahwa rumah insan hukum yang bernama PERADI telah melanggar IMB sehingga untuk kepentingan penyumpahan anggotanya enggan untuk mematuhi perintah Mahkamah Agung yang harus melalui PERADI gara-gara urusan rumah insan hukum ini saja berakibat kepentingan penyumpahan insan hukum yang sudah diangkat sebagai Advokat yang harus disumpah oleh Ketua Pengadilan Tinggi setempat (Mandatory UUAdvokat) menjadi terhalang.

Kegiatan menjalankan profesi bagi Advokat yang belum disumpah oleh Ketua Pengadilan Tinggi setempat pun terkendala. Rumah-rumah insan hukum berjuang keras agar para anggotanya dapat dilakukan penyumpahan oleh Ketua Pengadilan Tinggi setempat. Yang pada akhirnya hukum alam bicara kembali, Rumah insan hukum bernama PERADI pecah menjadi 3 (tiga) bagian dan menata rumahnya masing-masing. Karakter insan hukum Advokat yang asli kembali lagi. Dengan situasi dan kondisi dunia Advokat Indonesia semacam ini maka Mahkamah Agung sudah tidak dapat lagi tetap berpegangan kepada sikapnya yang pada akhirnya membebaskan seluruh Advokat yang sudah diangkat oleh Organisasi Advokat untuk dapat disumpah oleh Ketua Pengadilan Tinggi setempat tanpa harus melalui PERADI.

Sikap Mahkamah Agung tersebut dapat ditafsirkan bahwa Mahkamah Agung melegitimasi Rumah insan hukum Advokat bukan 1(satu) namun banyak rumah (Multi Bar). Pasca kelahiran Undang-undang Advokat No. 18 Tahun 2003 pendirian rumah-rumah insan hukum Advokat marak berdiri. Ini memang sudah karakter tidak perlu dipersoalkan lagi. Biarlah rumah-rumah insan hukum tersebut tetap berdiri dengan keberadaannya yang penting hidup bertetangga dengan rukun dan damai.

Yang penting insan hukum Advokat dapat menjalankan profesinya sebagai officium nobile dengan baik dan lancar tanpa ada hambatan dan rintangan apapun. Kedepannya semoga pembentuk Undang-undang Advokat dapat menyesuaikan keadaan ini terkait dengan pasal yang menentukan rumah insan hukum Advokat yang Single Bar tersebut direvisi menjadi Multi Bar.

Kini rumah insan hukum Advokat yang bernama PERKUMPULAN ADVOKAT INDONESIA (PERADIN) dalam mendesain dan menata rumah tangganya yang megah itu telah mencapai titik kesempurnaan. Karena sudah membangun rumah bagi orang-orang yang tidak mampu untuk dapat dilayani kepentingan hukumnya yang dinamakan dengan POSBAKUMADIN (sudah memenuhi mandatory UU Advokat). Rumah itu didirikan persis disamping rumah induk PERADIN. Sangat indah dan megah sekali.

Dalam menyandang atribut sebagai Advokat ini dalam perakteknya tidak dapat dipungkiri, ada yang hanya sekedar mencari uang namun juga ada yang memang bersungguh-sungguh menjalankan profesinya dengan penuh dedikasi tinggi dengan menjunjung tinggi sebutan officium nobile. Semoga kita semua tergolong pada kelompoknya. Hidup PERADIN….!FIAT JUSTITIA RUAT COELUM…..![ Iin Dwi Mulia Advokat Jawa Timur ]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *