VARIA ADVOKAT – Kemerdekaan, Perikemanusiaan dan Perikeadilan adalah tiga permasalahan yang tidak dapat dipisahkan, karena tanpa adanya kemerdekaan tidak mungkin ada perikemanusiaan dan perikeadilan begitu pula sebaliknya tanpa adanya perikemanusiaan dan perikeadilan dalam alam kemerdekaan pada hakekatnya tidak ada kemerdekaan.
Adalah tepat sekali apa yang telah dirumuskan oleh para Pendiri Republik Indonesia pada alenia pertama Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Memang sebenarnya manusia itu dijadikan Allah SWT adalah bebas, bukan budak, dalam arti mempunyai kedudukan dan hak yang sama dengan manusia yang lain. Namun dalam kenyataannya pernah terjadi suatu zaman, dimana bangsa yang satu menguasai bangsa yang lain, tidak hanya menguasai manusianya tetapi juga tempat kediaman bangsa itu (tanah airnya) serta mengexploitir kekayaan yang ada dalam wilayahnya tersebut. Ini adalah zaman penjajahan dan bangsa Indonesia telah mengalami dijajah selama tiga setengah abad oleh bangsa Belanda dan tiga setengah tahun oleh bangsa Jepang.
Pada akhir abad dua puluh ini dikatakan bahwa “Colonialism is dead”. Memang pada waktu sekarang ini semua bangsa-bangsa pada umumnya telah memperoleh kemerdekaannya, dalam arti secara formal tidak dijajah oleh bangsa lain.
Namun apakah benar mereka itu telah bebas dalam arti ekonomi dan politik?. Apakah diantara bangsa-bangsa di dunia ini tidak ada yang menguntungkan nasibnya kepada bangsa lain. Apakah kemerdekaan politik yang mereka peroleh benar-benar telah dinikmati seluruh bangsa itu ataukah hanya dimiliki segolongan yang berkuasa? yang berarti di dalam bangsa itu sendiri tidak ada pesamaaan kedudukan dan hak politik.
Dalam iklim yang demikian rakyat menjadi obyek politik, bukan menjadi subyek, karena “yang baik untuk rakyat” yang menentukan adalah penguasa. Yang berbeda pendapat dengan penguasa dianggap lawan dan adakalanya dikualifikasikan sebagai ‘pengkhianat bangsa”.
Apakah bagi bangsa tersebut belum pernah ada kematangan berpikir, bahwa kemerdekaan yang diperoleh itu adalah untuk seluruh bangsanya untuk memperoleh harkat dan martabatnya sebagai manusia atau dengan ungkapan yang lebih jelas sebagaimana dikatakan oleh A.Suryawasita dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta : “Manusia tidak hanya ingin bebas dari rasa lapar dan miskin tetapi juga ingin bebas dari rasa takut dan bebas dari rasa tertindas’( Kompas, 12 Agustus 1983).
Adalah tepat, jika para pendiri Republik Indonesia menjadikan perikemanusiaan dan perikeadilan sebagai “soko guru” bagi manusia Indonesia dalam menjalankan fungsi kemasyarakatannya, karena tanpa adanya kedua faktor tersebut maka manusia itu hanya akan merupakan “serigala’ bagi yang lain serta tidak dapat diciptakan suatu kedamaian dan kesejahteraan dalam masyarakat.
Untuk menumbuhkan perikemanusiaan dan perikeadilan, manusia perlu mempunyai kesadaran bahwa adanya itu ada yang mengadakan, sehingga ia mempunyai pandangan hidup bahwa manusia itu berkedudukan sebagai makhluk dari Yang Maha Menciptakan alam semesta dan apa yang tersedia di dunia ini adalah diperuntukan bagi kesejahteraan MakhlukNya secara keseluruhan.
Hal yang demikian akan menumbuhkan harkat dan martabatnya sebagai manusia, serta menumbuhkan sikap untuk tidak merasa mempunyai hak yang lebih dari yang lain yang mengakibatkan perbuatan aniaya dalam segala bentuknya.
Dengan demikian akan tumbuh suatu masyarakat yang tenteram tanpa ada rasa takut, khawatir dan gelisah. Segala apa yang disediakan oleh Dzat Yang Maha Pencipta bukan diperebutkan menurut nafsu angkara murka, tetapi segala apa yang ada di bumi ini dipergunakan untuk kemanfaatan dan kesejahteraan mereka bersama.
Dalam melakukan hubungan antara satu dengan lainnya yang lazim disebut hubungan hukum, berlakulah asas keseimbangan, yaitu di mana hak dan kewajibannya masing-masing seimbang, karena masing-masing tidak mau mengurangi haknya pihak dan selalu memenuhi haknya pihak lain dengan semestinya, sehingga tercapailah keadilan dalam masyarakat.
Dengan tumbuhnya perikemanusiaan dan perikeadilan di masyarakat, barulah hakekat kemerdekaan itu tercapai, karena masing-masing anggota masyarakat diakui harkat dan martabatnya sebagai manusia, bebas dari rasa takut, bebas dari rasa tertindas dalam segala bentuknya. (Bachrun Mertosukarto)
=====
VARIA ADVOKAT – Volume 10, Agustus 2009