Samarinda, VARIA ADVOKAT – Penasihat Hukum Yahya Tonang mengajukan banding atas vonis Hakim Pengadilan Tipikor Samarinda terhadap Mardonius Raya.
“Saya di sini sebagai penasihat hukum Pak Mardonius Raya di tingkat banding, karena di tingkat pertama bukan saya,” ujar Yahya Tonang, Kamis (16/9/2021).
Diketahui Mardonius Raya terdakwa kasus tindak pidana korupsi sebelumnya divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan, oleh Majelis Hakim PN Samarinda 1 September 2021.
Mantan kepala kampung Dasaq Kecamatan Muara Pahu Kabuaten Kutai Barat itu jadi salah satu dari 4 orang terdakwa kasus korupsi dana desa kampung Dasaq tahun 2017/2018.
Meski begitu majelis hakim menjatuhkan vonis lebih tinggi terhadap Mardonius Raya. Sementara Terdakwa II: Yeheskel dan Terdakwa IV: Fahril Husaini dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 50 juta, subsider satu bulan kurungan. Sedangkan Terdakwa III: Novia Betsi hanya dihukum satu tahun penjara dan denda Rp 50 Juta.
Menurut Yahya Tonang, hukuman yang berbeda itu tidak adil bagi kliennya Mardonius Raya. Sebab perkara itu tidak dipisah atau displit.
“Yang pertama perkara ini kan tidak di split atau tidak di pisah sementara di dalam putusan majelis hakim saya perhatikan itu mengambil atau mengadopsi keterangan terdakwa.
Jadi antara terdakwa satu, dua, tiga dan empat itu memberikan keterangan saling menguatkan, saling meringankan dan saling memberatkan. Nah ini yang jadi persoalannya. Menurut saya ini kurang tepat,” katanya.
Yahya Tonang menjelaskan, alat bukti berupa keterangan terdakwa yang dijadikan saksi untuk terdakwa lain dalam perkara yang tidak dipisah harusnya dijadikan satu.
Apalagi menurutnya sesuai fakta persidangan dan keterangan saksi, tidak ada satupun yang mengaku kliennya sebagai pembuat nota-nota fiktif. Namun hakim justru mengkomparasikan keterangan terdakwa lain yang seolah memberatkan kliennya.
“Keterangan para saksi yang diajukan ini semua tidak ada yang mengarah kepada klien kami pak Mardonius Raya ini ada indikasi memalsukkan nota-nota dan sebagainya.
Kemudian diketahui sampai di mana kesalahannya dia itu setelah ada dikomparasikan dengan keterangan para terdakwa lainnya. Itu yang kami uraikan di dalam memori banding kami untuk bisa dipertimbangkan oleh majelis hakim tinggi,” jelas Tonang.
Pertimbangan lain yang dianggap kurang adil adalah unsur memperkaya diri. Menurut Penasihat Hukum, Mardonius Raya tidak memiliki harta berharga yang diidikasikan dibeli menggunakan uang hasil korupsi.
“Bahwa kalau kita melihat unsur memperkaya diri sendiri ya di sini pun sempat saya uraikan bahwa tidak ada apa-apa yang disita dari terdakwa. Artinya kalau kita menuduh terdakwa kami ini sebagai memperkaya diri, saya pikir terlalu jauh tuduhan itu,” ujarnya.
Tonang menilai terdakwa lain dalam perkara yang sama justru mampu membeli mobil hingga perhiasan serta membangun rumah saat kasus korupsi itu terjadi. Ini membuktikan jika kliennya bukanlah penikmat uang hasil korupsi.
Hal itu terlihat dari bukti foto-foto yang diajukan Hengki selaku penasihat hukum sebelumnya dalam nota pembelaan.
“Penasehat hukum sebelumnya saya melihat ada juga mereka melampirkan foto-foto daripada terdakwa lain yang lebih glamor. Nah ini yang menurut kami kurang adilnya disitu,” terang Pengacara asal Muara Lawa Kabupaten Kutai Barat itu.
Berikutnya soal nilai ganti rugi atau uang pengganti yang dibebankan kepada 4 terdakwa. Paling banyak Mardonius Raya sebesar Rp 420.722.260. Sementara Yeheskel dan Fahril Husaini masing-masing Rp 38 juta. Sedangkan Novia Betsi yang sejak awal sudah mengembalikan uang Rp 17 juta tidak lagi dikenakan uang pengganti.
Menurut Tonang, meski ada pengembalian uang oleh para terdakwa bukan berarti langsung dijadikan pertimbangan berat ringannya hukuman. Sebab niat melakukan korupsi sudah ada. Apalagi uang itu dikembalikan saat sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Walaupun terdakwa Mardonius Raya dikatakan mengambil uang seperti yang di dalam amar putusan itu 400 juta lebih itu, tapi kalau kenyataannya uang itu tidak dapat dibuktikan dan kenyataannya juga di dalam keterangan para terdakwa lainnya memang mereka yang lebih berperan, saya pikir terdakwa Mardonius Raya ini hanya sifatnya adalah culpa atau kelalaian,” urai Yahya Tonang.
Penasihat hukum yang juga montir otomotif itu menambahkan, berdasarkan fakta persidangan kliennya mengaku tidak meneliti nota-nota yang diajukan bawahannya. Mardonius langsung menandatangani LPJ.
“Nah ini yang dikatakan di dalam deelmening tadi di pasal 55 nya (turut serta). Nah apabila ternyata dia hanya lalai tapi dia bukan penikmat uang itu ya tentunya saya harap memang pertimbangan yang namanya adil itu tentu harus ada,” tukasnya.
Meski demikian Tonang mengaku dalam memori banding yang diajukan, dia tidak meminta belaskasihan atau dibebaskan seperti yang diminta oleh penasihat hukum sebelumnya.
Dia hanya memohon Majelis Hakim tingkat banding memeriksa ulang berkas perkara dan memutus seadil-adilnya.
“Iya diringankan karena ada beberapa terdakwa lain nyata memang ringan dan kenapa kok beliau ini paling tinggi sendiri. Sementara di dalam persidangan dan fakta persidangan yang berperan menurut keterangan para saksi-saksi yang ada, mereka tidak pernah bertemu dengan Pak Mardonius Raya. Mereka hanya bertemu dengan terdakwa lainnya,” sebut pria 40 tahun itu.
“Tentunya harapan kami namanya banding itu memeriksa ulang berkas, tapi tetap mengacu kepada fakta sidang yang ada. Jadi persidangan sebelumnya itu dari permohonan terdakwa minta dibebaskan.
Di dalam memori banding saya ada penilaian tersendiri bahwa saya minta di tinjau untuk bisa di ringankan hukuman itu,” pungkas pria suku Dayak yang sudah membebaskan sejumlah terdakwa itu.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga mengajukan banding atas vonis hakim terhadap 4 terdakwa korupsi dana desa kampung Dasaq.
JPU menilai vonis hakim terlalu rendah dari tuntutan mereka. Yakni 6 tahun penjara serta denda Rp 200 juta untuk keempat terdakwa.
”Kami dari Kejaksaan Negeri Kutai Barat dalam hal ini sebagai penuntut umum melakukan upaya hukum yakni banding terhadap putusan yang diambil oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor. Dimana tuntutan kami berbeda dengan putusan Pengadilan Tipikor,” jelas Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Kubar Iswan Noor, dalam keterangan pers di kantor Kejari Jalan Sendawar Raya Kecamatan Barong Tongkok Kutai Barat, Senin (13/9/2021).