Jakarta (Varia Advokat), 16 Desember 2024 – Pernyataan kontroversial Menko Hukum & HAM, Yusril Ihza Mahendra di Bali tanggal 5 Desember 2024 yang lalu, masih meletupkan perdebatan tentang organisasi advokat wadah tunggal sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003, hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya advokat yang merasa tertantang dengan pernyataan kontroversial Yusril tersebut, sehingga menjadi relevan apabila diskusi tersebut dinaikkan satu level, yaitu tentang SURAT KETUA MAHKAMAH AGUNG NO. 73/KMA/HK.01/IX/2015 selanjutnya ditulis SKMA-73/2015 aquo.
Tentu diskusi tentang SKMA-73/2015 pada pokoknya adalah mengatur tentang Kewenangan Penyumpahan Advokat oleh PengadilanTinggi yang diajukan Pengurus Organisasi Advokat, bisa melegakan dan juga bisa menyakitkan dan menyesakkan dada, tergantung dari perspektif mana seseorang memaknainya, lebih jauh lagidari kepentingan apa seseorang melihatnya. Bagi yang pro-singel bar tentu menyakitkan dan membuat sesak dada, dan bagi yang pro-multi bar, maka akan bernafas lega.
Jika dicermati secara seksama, maka SKMA-73/2015 tersebut mengandung dua makna krusial, yaitu makna yuridis aquo telah jelas Mahkamah Agung ingin menegaskan bahwa tidak ada wadah tunggal dan jangan ada yang mengklaim dirinya sebagai perwujudan organisasi advokat wadah tunggal sebagaimana dimaksud oleh Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003, dan lebih tegas lagi Mahkamah Agung ingin mengatakan bahwa mulai hari ini, tanggal 25 September 2015, jangan lagi ada yang mengklaim dirinya sebagai satu satunya organisasi advokat yang paling berhak untuk mengajukan penyumpahan advokat dan menganggap organisasi advokat lainnya tidak sah dan tidak berhak.
SKMA-73/2015 secara tegas mendelegitimasi klaim adanya organisasi advokat wadah tunggal sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) Undang undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003, artinya Mahkamah Agung Repubik Indonesia telah mengambil langkah tegas, dan menghilangkan ambigiutas atas eksistensi organisasi advokat wadah tunggal, secara yuridis formil tidak ada.
Makna yang kedua adalah makna sosial hukum, yaitu Mahkamah Agung sangat menginginkan terwujudnya Justice Delivered bagi pencari keadilan di tanah air, kehadiran advokat bagi masyarakat tidak mampu merupakan “barang indah dan mewah” yang sulit dibayangkan dan diharapkan kehadirannya. Hal tersebut secara tersirat terkandung dalam SKMA-73/2015 aquo Mahkamah Agung tampaknya tidak ingin hanya karena klaim dan perdebatan tentang organisasi wadah tunggal menjadikan tersumbat dan terhambatnya “Memperoleh Akses Keadilan” sebagaimana dicita citakan pembuat Undang-undang Bantuan Hukum No. 16 Tahun 2011. Yang sudah berjalan / eksis verbis antara lain Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia yang populer disebut POSBAKUMADIN diseluruh Kawasan Nusantara.
Dikeluarkannya SKMA-73/2015 pada alinea 3. Bahwa Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 menjamin hak untuk bekerja dan memperoleh penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, hak mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (tidak terkecuali Advokat) sesuai ketentuan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal-28D ayat (2). Kemudian pada alinea 8. Dengan diterbitkannya surat ini, maka Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 089/KMA/VI/2010 tanggal 25 Juni 2010 perihal : Penyumpahan Advokat dan surat Nomor 052/KMA/HK.01/III/2011 tanggal 23 Maret 2011 perihal penjelasan surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 089/KMA/VI/2010 “DINYATAKAN TIDAK BERLAKU” dengan demikian Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia masing-masing Nomor 101/PUU-VII/2009 dan Nomor 112/PUU-XII/2014 dan Nomor 36/PUU-XIII/2015 adalah bagian dari dan Mandatory Undang-undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003 aquo.
Fakta dan Realitas setelah terbitnya SKMA-73/2015 aquo, Undang Undang Bantuan Hukum Nomor 16 Tahun 2011 bukan lagi menjadi undang undang yang utopis, bantuan hukum menjadi sesuatu yang nyata, negara benar benar telah merasakan kehadirannya untuk memberi bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu (Termarginal). Perkumpulan Advokat Indonesia (PERADIN) dibawah kepemimpinan Ropaun Rambe Master Advokat (M.AD), melalui “Gerakan bantuan hukumnya”, Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (POSBAKUMADIN) tidak menunda sedetikpun untuk segera melahirkan advokat-advokat yang siap mendedikasikan dirinya untuk memberikan bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu di seluruh tanah air.
Mengenai SKMA-73/2015 bagi sebagian kelompok advokat , adalah bentuk kecolongannya Mahkamah Agung, sehingga bagi kelompok tersebut masih perlu dikaji ulang, bahkan kalau perlu dicabut, tetapi bagi masyarakat luas di tanah air, khususnya masyarakat tidak mampu, SKMA-73/2015 tersebut adalah anugerah yang besar aquo masyarakat tidak mampu bisa mendapatkan hak konstitusionalnya yaitu hadirnya para Advokat Pemberi Bantuan Hukum, pendampingan, nasihat hukum dan pembelaan atas hak hak dan kepentingan hukumnya, secara cuma cuma sebagaimana dicita citakan Pembuat Undang undang Nomor 16 Tahun 2011.
Dengan demikian telah jelas bahwa bagi pencari keadilan, khususnya dari kalangan masyarakat tidak mampu, SKMA-73/2015 sangat melegakan karena terwujudnya harapan bantuan hukum secara cuma cuma di seluruh tanah air, tetapi bagi pengklaim Singel Bar, sangat menyakitkan dan menyesakkan dada, dan sepertinya termasuk juga bagi Prof. Yusril Ihza Mahendra dan Prof. Otto Hasibuan. (Advokat Irman J)