Yogyakarta (VARIA ADVOKAT), 09 Oktober 2021 – Awal diberlakunya Undang-undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003 pada Pasal-32 ayat(4) “Dalam waktu paling lambat 2(dua) tahun setelah berlakunya Undang-undang ini, Organisasi Advokat telah terbentuk” sebagaimana yang dimaksud pada Pasal-28 ayat(2) “Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh Para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga” sampai saat ini tidak pernah dilaksanakan sebagaimana mestinya aquo “Einmaleg” artinya berlaku sekali saja, terhitung mulai tanggal sejak ditetapkan sampai dengan tanggal berakhirnya. Sehingga membawa dampak kekisruan Organisasi Advokat dalam implementasinya terjadi Penyimpangan dan Penyelewengan, diperparah lagi diterbitkannya Surat Ketua Mahkamah Agung R.I.Nomor 089/KMA/IV/2010 tertanggal 25 Juni 2010.
Lebih diperparah lagi terbitnya Surat Ketua Mahkamah Agung R.I. Nomor 073/KMA/HK.01/XI/2015 tertanggal, 25 September 2015 banyak yang berdalih Hak kebebasan berkumpul, berserikat & mengeluarkan pendapat berdampak terhadap makin marak Organisasi Advokat itu dengan alasan filosofisnya. Kemudian teori & norma mengikuti alasan filosofis itu (alasan idealis), dewasa ini alasan yang lebih kuat pada umumnya adalah alasan Pragmatis & Praktis yaitu keuntungan yang dapat diperoleh (alasan realistis).
Ditambah dengan masalah kederisasi & regenerasi pada Organisasi Advokad yang tidak bersistem (stagnan), semua itu memberikan andil terhadap mudahnya Advokat & Kelompok Advokat yang merasa tidak puas dengan Organisasi Advokat yang ada, membentuk Organisasi Advokat yang baru, maka kebebasan tidak dapat dicegah namun agar sehat harus segera dibentuk “Mahkamah Advokat Indonesia’ yang mengatur dengan segala kepentingan pemangku kepentingan dengan mengakomodir seluruh Organisasi Advokat Yang Syah dan telah memiliki Legalitas dari Intansi Yang berwenang untuk itu berdasarkan Hukum aquo “Badan Hukum Perkumpulan” selengkapnya dapat disimak :