VARIA ADVOKAT – Pertama-tama, izinkan kami menyampaikan terimakasih sedalam-dalamnya atas dukungan saudara-saudara kepada kami untuk memimpin Ikadin dalam masa-masa paling sulit sekarang ini. Kami katakan masa-masa paling sulit karena kita tengah dihadapkan pada iklim hukum yang tidak kondusif, tidak nyaman untuk menjalankan profesi advokat karena politik hukum pemerintah yang menggerus hak-hak kita untuk menjalankan profesi advokat karena ini secara bebas. Demokrasi tidak dihormati. Semua advokat diharuskan untuk bergabung dalam sebuah wadah tunggal yang belum tentu menampung semua aspirasi advokat. Kita tak diberikan ruang untuk memilih.
Politik wadah tunggal yang semula memang didukung sebagai konsep ideal ternyata telah disalahgunakan untu kepentingan sempit sekelompok orang yang memiliki kepentingan tersendiri. Penerapan politik wadah tunggal sekarang ini, ironisnya, telah pula melanggar hak-hak asasi manusia dari banyak advokat yang secara sengaja diakomodir, tidak diajak masuk, tidak diperlakukan sebagai advokat. Tak pernah ada politik persatuan advokat. Dengan meminjam istilah yang pernah dikemukakan oleh Bung Hatta pada awal-awal kemerdekaan kita bahwa yang ada adalah “persatean” bukan “persatuan”. Demikianlah yang terjadi pada dunia advokat kita sekarang.
Sejarah organisasi advokat Indonesia, kecuali pada jaman Peradin, tidak pernah berhasil menciptakan persatuan, atau wadah tunggal. Sejarah advokat adalah sejarah perseteruan tajam dan tak pernah selesai. Ikadin yang awalnya juga dimaksudkan sebagai wadah tunggal, akhirnya pecah. Peradi yang juga dimaksudkan sebagai wadah tunggal, juga pecah.
Cita-cita untuk mendirikan sebuah wadah tunggal seperti “single bar association” ternyata tak didukung oleh kesiapan para advokat itu sendiri. Terlalu banyak perbedaan ideologi hukum hukum terutama dari kelompok yang idealis dan pragmatis. Persatuan yang terjadi adalah persatuan yang sementara sampai akhirnya kristalisasi kepentingan itu membuyarkan lagi persatuan itu. Dalam keadaan semacam inilah UU Advokat itu beroperasi, dan karena UU Advokat itu tak berpijak pada bumi nyata yang pluralistik, maka UU Advokat itu tak bisa diterjemahkan seperti yang diinginkan oleh pembuat UU Advokat.
Tak kurang advokat senior Adnan Buyung Nasution yang dulu menjadi sokoguru dari gagasan wadah tunggal ini yang akhirnya mengakui bahwa “sudah waktunya kita meliat federasi sebagai jalan keluar yang lebih realistis”. Pada akhirnya semua advokat harus diberikan hak untuk hidup, hak untuk berprofesi dan hak untuk ikut membangun Rule of Law. Dalam alam demokrasi, tak boleh seorang advokatpun yang dirampas haknya untuk berprofesi.
Kita semua sudah mengingatkan bahwa federasi adalah jalan alternatif yang akan bisa menyelesaikan konflik berkepanjangan organisasi advokat. Judicial Review yang kita ajukan ke Mahkamah Konstitusi adalah upaya hukum untuk menata dan menampung semua perbedaan dan perseteruan para advokat. Kita menghendaki MK peka bahwa yang diperlukan sekarang adalah jalan keluar yang memberi tempat yang adil kepada semua, bukan jalan keluar menang-menangan.
Kita ingin agar pasal 28 UU Advokat itu dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena secara diametral bertentangan dengan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945. Kalau di dalam dunia wartawan demokrasi telah diterapkan dengan dihapuskannya wadah tunggal, kita pun melihat hal yang sama terjadi di sektor buruh dan tani. Notaris pun tidak berinduk pada satu organisasi. Tetapi dunia advokat tetap harus dikelola melalui sebuah wadah tunggal. MK tak setuju bahwa perubahan keadaan sekarang ini bisa menjadi justifikasi dari lahirnya federasi advokat yang mewadahi semua advokat.
Sungguh kita menyayangkan MK yang tak menerima permohonan Judicial Review yang kita ajukan. Tetapi sebagai warga negara yang baik kita mencatat putusan MK tersebut dengan harapan bahwa kalau pilihan wadah tunggal akan diperlakukan maka wadah tunggal itu harus dilahirkan melalui kongres advokat yang diikuti oleh semua advokat tanpa kecuali.
Kita berharap agar Mahkamah Agung mau mengambil inisiatif memfasilitasi tewujudnya kongres advokat yang sejati ini. Kalau memang akan ada kongres advokat yang “genuine” yang diikuti oleh semua advokat maka Ikadin akan bersedia menjadi bagian dari perwujudan gagasan tersebut. Perlu dicatat bahwa putusan MK yang menafikkan keberadaan organisasi advokat yang pluralistik pada akhirnya tak akan bisa dilaksanakan, non-enforceable, non-executable. Sejak Peradi dibentuk tak satupun organisasi advokat yang membubarkan dirinya sampai detik ini. Secara sosiologis tujuan UU Advokat itu tak diwujudkan oleh para advokat itu sendiri. Sekarang waktunya untuk duduk bersama secara bertanggungjawab.
Sekarang waktunya untuk mencoba mengenyampingkan perbedaan dan menarik titik temu. Tentu tidak mudah karena perseteruan ini sudah juga bersifat personal. Namun demi masa depan advokat saya menghimbau untuk semua pihak mengeyampingkan sentimen dan perbedaan yang menghambat penyatuan advokat. Proses ini harus berlangsung secara saling hormat dan demokratis. Bahwa dia makan waktu lama, kita tak perlu memaksakan agar selesai dalam sebulan dua. Jika butuhkan waktu lebih lama, masa transisi “trust building” ini berlangsung ketimbang tergesagesa mencapai target untuk segera bersatu. Ikadin akan mendukung proses penyatuan advokat yang alami, saling hormat dan demokratis ini.
Sambil menunggu proses ini berlangsung, Ikadin akan melakukan konsolidasi organisasi di seluruh Indonesia. Sebagai advokat pejuang semua advokat Ikadin akan terus berjuang membangun profesi advokat yang mulia sesuai dengan motto officium nobelium (noble profession).
Saya katakan sebagai advokat pejuang karena kita semua seharusnya mewarisi semangat perjuangan yang diwariskan oleh senior-senior kita seperti Lukman Wiriadinata, Suardi Tasrif, Haryono Citrosubono, Yap Thiam Hien, Amartiwi Saleh, Soemarno P. Wiryanto dan banyak lagi yang lain yang telah mendahului kita. Semangat terjerembap menjadi hamba sahaya uang, menjadi budak dari materialisme, menjadi hedonis. Tidak lagi memikirkan rakyat, tidak lagi memikirkan kemiskinan, tidak lagi memikirkan korupsi yang merajalela, dan tidak lagi memikirkan pelanggaran hak asasi manusia.
Kita tak boleh lupa pada tugas mulia advokat untuk menegakkan keadilan untuk semua, untuk membantu rakyat miskin yang tertindas hakhaknya, untuk memperkuat institusi penegak hukum, Rule of Law dan Rule of Justice. Saya tidak mengatakan advokat tidak boleh menjadi kaya arena menjadi kaya bukanlah kejahatan. Being rich is not a crime. Adalah syah saja untuk menjadi kaya. Tetapi kita tak boleh melupakan tugas sejarah kita yaitu ikut membantu menegakkan keadilan bagi rakyat terutama rakyat kecil, kelompok marginal dan “the underrepresented”.
Dari tubuh advokat Ikadin harus menggema semangat perjuangan yang dikobarkan oleh para advokat senior yang telah mendahului kita. Kita tidak boleh lupa bahwa kita berada disini karena pendidikan yang kita dapatkan dari mereka. Kita semua disini adalah ahli waris dari para advokat pejuang yang memberi inspirasi kepada kita semua. Jadi Ikadin yang kita miliki sekarang ini adalah Ikadin sejati, bukan Ikadin sempalan, bukan Ikadin pembaruan, bukan Ikadin Todung Mulya Lubis.
Kita semua adalah Ikadin sejati, Ikadin Perjuangan, yang menjadi ahli waris dari roh dan jiwa advokat pejuang. Kepengurusan Ikadin sekarang dibuat ramping, tidak gemuk. Ini dilakukan dengan sengaja dan dengan niat agar Ikadin bisa bekerja lebih effektif. Kita ingin ikut serta dalam mengisi negara hukum, dalam reformasi hukum yang tengah dilakukan. Kita tak boleh menjadi penonton. Tanggung jawab sejarah juga ada dipundak kita semua. Kalau sekarang negara hukum belum sepenuhnya terwujud, kalau supremasi hukum masih belum terwujud, kita juga ikut bersalah. Kita akan disalahkan oleh sejarah. Sebagai warga negara, sebagai advokat kita harus memikul sebagian kewajiban negara untuk ikut menegakkan hukum dan keadilan, bukan justru merusak apalagi menghancurkan hukum.
Dalam rangka inilah DPP Ikadin dibawah kepemimpinan saya akan menjalankan program yang sejalan dan menunjang reformasi hukum yang tengah dilakukan. Kita akan ikut bersama pemerintah menegakkan good governance, transparansi dan akuntabilitas. Kita akan ikut dalam perjuangan memberantas mafia hukum.
Semboyan Ikadin selama ini adalah Fiat Justicia, Roeat Coelum yang artinya Biar Langit Runtuh Tetapi Keadilan Musti Ditegakkan. Inilah tantangan kita. Diantara kita yang jadi anggota Ikadin masih banyak yang belum bisa diambil sumpahnya, belum bisa beracara. Mereka adalah korban pertikaian antar organisasi advokat yang belum selesai sampai hari ini.
Melalui mimbar ini kami menghimbau Mahkamah Agung agar sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101, untuk mengambil sumpah mereka. Dalam putusan MK tersebut dikatakan bahwa semua advokat harus diambil sumpahnya tanpa membeda-bedakan asal usul organisasinya.
Perjuangan kita sangat berat. Kita masih harus menempuh perjuangan yang menuntut kita semua punya stamina panjang. Saya dan kami semua yang duduk di kepengurusan Ikadin tak akan bisa berbuat banyak tanpa dukungan dari semua anggota Ikadin. Kami tak akan berarti jika tanpa dukungan kalian semua. Mari kita merapatkan barisan menghadapi harihari yang sulit di depan kita. Perjuangan memang tak selalu mudah, dan kita tak boleh menyerah. Biar langit runtuh tetapi keadilan musti ditegakkan, dan inilah semboyan kita.
Sebagai penutup, izinkanlah kami sekali lagi menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya atas dukungan dan kekompakkan kita. Semoga Tuhan akan memberkahi perjuangan kita. Semoga Ikadin akan tetap jaya. (Jakarta, 14 Juli 2011)
=====
VARIA ADVOKAT – Volume 14, September 2011